KONSEP DASAR HARGA DIRI RENDAH
Pada bab ini akan dibahas tentang konsep dasar harga diri rendah yang meliputi: pengertian, rentang respon konsep diri, etiologi, manifestasi klinis, mekanisme koping, masalah keperawatan, pohon masalah, diagnosa keperawatan, dan fokus intervensi.
A. Pengertian
Menurut Rogers (2004) konsep diri adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal (Rogers, 2004).
Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati (Rogers, 2004).
Komponen-komponen dalam konsep diri terdiri atas beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut (Rogers, 2004):
a. Gambaran diri.
Kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu, dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman baru. Hal-hal yang terkait dengan gambaran diri sebagai berikut:
a. Fokus individu terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja.
b. Bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, dan tanda-tanda pubertas.
c. Cara individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek psikologis.
d. Gambaran yang realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri.
e. Individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya dapat mendorong sukses dalam kehidupan.
b. Ideal diri.
Persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan dengan standart pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, dan keinginan serta nilai personal tertentu yang ingin dicapai. Hal-hal yang terkait dengan ideal diri:
a. Perkembangan awal terjadi pada masa kanak-kanak.
b. Terbentuknya masa remaja melalui proses identifikasi terhadap orang tua, guru, dan teman.
c. Dipengaruhi oleh orang-orang yang dipandang penting dalam memberi tuntutan dan harapan.
d. Mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma keluarga dan sosial.
c. Harga diri.
Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sediri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.
d. Penampilan peran.
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan untuk menentukan perannya sendiri. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih individu itu sendiri.
e. Identitas diri.
Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Mempunyai konotasi otonomi dan meliputi persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan kualitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja.
2. Harga diri rendah.
“Harga diri rendah adalah suatu keadaan dimana evaluasi diri dan perasaan terhadap diri sendiri atau kemampuan diri yang negatif, yang secara langsung atau tidak langsung diekspresikan” (Townsend, 1995 hal 74). “Harga diri adalah penilaian diri terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri” (Sunaryo, 2004 hal 32).
Jika individu selalu sukses maka cenderung harga diri tinggi tetapi jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah (Direktorat Kesehatan Jiwa, 1995). Didalam diri seseorang besar kemungkinan terjadi gangguan harga diri apabila aspek utama harga diri yaitu dicintai, disayangi, dikasihi orang lain, dan mendapat penghargaan dari orang lain belum terpenuhi (Townsend, 1998). Hal ini dapat di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri, harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, tidak berdaya, tidak ada harapan dan putus asa (Keliat, 1999).
B. Rentang respon konsep diri
Berikut ini adalah rentang konsep diri menurut Stuart dan Sundeen (1998, hal 230).
Respon adaptif Respon maladaptif
|
|
|
|
|
Gambar 1: rentang konsep diri (Stuart & Sundeen, 1998 hal 230).
1. Aktualisasi diri: pengungkapan perasaan/kepuasan dari konsep diri positif.
2. Konsep diri positif: dapat menerima kondisi dirinya sesuai dengan yang diharapkannya dan sesuai dengan kenyataan.
3. Harga diri rendah: perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diit, dan merasa gagal mencapai keinginan.
4. Kerancuan identitas: ketidakmampuan individu mengintegrasikan aspek psikologis pada masa dewasa, sifat kepribadian yang bertentangan, dan perasaan hampa.
5. Depersonalisasi: merasa asing terhadap dirinya sendiri dan kehilangan identitas.
C. Etiologi
Menurut Keliat (1995) harga diri rendah dapat terjadi secara:
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba‑tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privasi yang kurang diperhatikan: pemeriksaan fisik yang sembarangan, harapan akan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien mempunyai cara fakir yang negatif, kejadian sakit, dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (1998) penyebab harga diri rendah dibedakan menjadi dua yaitu faktor predisposisi dan stressor presipitasi.
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi dapat menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang. Faktor ini dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Perkembangan
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dapat mempengaruhi gangguan konsep diri, misal: krisis psikososial pada masa perkembangan, harapan orang yang penting dalam hidupnya, peran sosial yang diharapkan, aspek budaya yang mempengaruhi, keadaan kesehatan fisik, dan pola penyelesaian masalah yang dimiliki.
b. Faktor yang mempegaruhi harga diri.
Pengalaman masa kanak-kanak merupakan faktor kontribusi pada gangguan konsep diri diantaranya: anak sangat peka terhadap perlakuan dan respon orang tua yang kasar, membenci, tidak menerima atas usaha anak, ketidak pastian diri, dan anak yang tidak menerima kasih sayang maka anak tersebut akan gagal mencintai dirinya dan menggapai cinta orang lain.
c. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran.
Peran yang sesuai dengan jenis kelamin sejak dulu telah diterima masyarakat bahwa wanita kurang mampu, kurang mandiri, kurang obyektif, dan kurang rasional dibandingkan dengan pria sedangkan pria dianggap kurang sensitive, kurang hangat, dan kurang ekspresif dibandingkan dengan wanita.
d. Faktor yang mempengaruhi identitas personal.
Orang tua selalu curiga pada anak sehingga anak akan ragu apakah yang ia pilih tepat, jika tidak sesuai dengan keinginan orang tua maka akan timbul rasa bersalah. Kontrol orang tua pada anak remaja akan menimbulkan perasaan benci anak pada orang tua. Anak remaja ingin diterima, dibutuhkan, diinginkan, dan dimiliki oleh kelompoknya.
2. Faktor presipitasi
Gangguan konsep diri dapat disebabkan dari luar dan dari dalam. Dimana situasi-situasi yang dihadapi individu tidak mampu menyesuaikan stressor yang mempengaruhi gambaran diri seperti:
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang megancam.
b. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran:
b.1. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya atau nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
b.2. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
b.3. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat menuju keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan, dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis, dan keperawatan.
D. Manifestasi klinis
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), karakteristik perilaku yang ditunjukkan pada klien dengan harga diri rendah berupa mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, gangguan dalam berhubungan, rasa diri penting yang berlebihan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung atau marah yang berlebihan, perasaan negatif terhadap tubuhnya sendiri, ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis, keluhan fisik, pandangan hidup yang bertentangan, penolakan terhadap kemampuan personal, destruktif terhadap diri sendiri, pengurangan diri, menarik diri secara sosial, penyalahgunaan zat, menarik diri dari realita, dan khawatir.
E. Mekanisme koping
Struart dan Sundeen (1998) berpendapat bahwa mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek dan jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan. Pertahanan jangka panjang, jangka pendek, dan ego menurut Stuart dan Sundeen (1998) adalah sebagai berikut:
Pertahanan jangka pendek meliputi:
a. Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis identitas, misal: konser musik, bekerja keras, menonton televisi secara obsesif.
b. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara, misal: ikut serta dalam aktivitas sosial, agama, klub politik, kelompok atau geng.
c. Aktivitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri, misal: olah raga yang kompetitif, pencapaian akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas.
d. Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu, misal: penyalahgunaan obat.
Pertahanan jangka panjang termasuk sebagai berikut:
a. Penutupan identitas, adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi diri individu tersebut.
b. Identitas negatif, asumsi identitas yang tidak wajar, bertentangan dengan nilai, dan harapan masyarakat.
Mekanisme pertahanan ego termasuk gangguan fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, pergeseran (displacement), peretakan (spiliting), berbalik marah terhadap diri sendiri, dan amuk.
F. Masalah keperawatan
Menurut Keliat (1999) ada beberapa masalah keperawatan yang sering muncul pada klien dengan harga diri rendah yaitu (a) resiko perilaku kekerasan, (b) gangguan harga diri rendah situasional atau kronik, (c) Koping individu tidak efektif.
G. Pohon masalah
|
|
| |||||
| |||
Gambar 2: pohon masalah harga diri rendah (Keliat, 1999)
H. Diagnosa keperawatan dari pohon masalah
Keliat (1999) berpendapat bahwa diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan dari pohon masalah tersebut diatas adalah sebagai berikut:
- Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
- Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
I. Fokus intervensi
Fokus intervensi dari diagnosa keperawatan yang muncul diatas pada klien dengan harga diri rendah adalah sebagai berikut:
1. Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah. (Keliat, 1999).
Tujuan Umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
1.1. Klien dapat membina berhubungan saling percaya
Kriteria evaluasi: ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan dan menyebut nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi:
1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
a. Sapa klien dengan ramah baik dengan verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatika kebutuhan dasar klien.
Rasional: hubungan saling percaya merupakan dasar untuk hubungan interaksi selanjutnya.
1.1.2 Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Kriteria evaluasi: klien dapat menyebutkan kemampuan yang dimiliki klien di RS, rumah, dan tempat kerja. Daftar positif keluarga klien dan daftar positif lingkungan klien.
Intervensi:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien, buat daftarnya.
b. Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
c. Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional: diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatannya, reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien, dan pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapatkan pujian.
1.1.3 Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Kriteria evaluasi: klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan di rumah sakit dan klien menilai kemampuan yang dapat digunakan dirumah.
Intervensi keperawatan:
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih digunakan selama sakit.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan di rumah sakit.
c. Berikan pujian.
Rasional: diskusikan pada klien tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasarat untuk berubah dan mengerti tentang kemampuan yang dimiliki dapat memotivasi klien untuk tetap mempertahankan penggunaannya.
1.1.4 Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Kriteria evaluasi: klien memiliki kemampuan yang akan dilatih, klien mencoba, dan membuat jadwal harian.
Intervensi keperawatan:
a. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
b. Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
c. Beri pujian atas keberhasilan klien.
d. Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
e. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan, buat jadwal kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian, dan kegiatan yang membutuhkan bantuan total
f. Tingkatkan kegiatan yang disukai sesuai dengan kondisi klien
g. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
Rasional: klien adalah individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya, dan contoh peran yang dilihat klien akan memotovasi klien untuk melaksanakan kegiatan.
1.1.5 Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
Kriteria evaluasi: klien melakukan kegiatan yang telah dilatih (mandiri, dengan bantuan atau tergantung), klien mampu melakukan beberapa kegiatan mandiri.
Intervensi Keperawatan :
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
Rasional: reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri kllien dan memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan
1.1.6 Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Kriteria evaluasi: keluarga dapat memberi dukungan dan pujian serta memahami jadwal kegiatan harian klien.
Intervensi keperawatan:
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d. Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah.
e. Anjurkan keluaraga untuk memberi pujian pada klien setiap berhasil.
Rasional: mendorong keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan klien dan meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
2. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif (Keliat, 1999).
Tujuan umum:
Klien dapat memiliki koping yang efektif.
Tujuan khusus:
2.1. Klien dapat mengungkapkan perasaannya secara bebas.
Kriteria evaluasi: Klien mengungkapkan perasaanya secara bebas.
Intervensi:
a. Ijinkan klien untuk menangis.
b. Sediakan kertas dan alat tulis jika klien belum mau bicara.
c. Nyatakan kepada klien bahwa perawat dapat mengerti apabila klien belum siap membicarakan permasalahannya.
2.2. Klien dapat mengidentifikasi koping dan perilaku yang berkaitan dengan kejadian yang dihadapi.
Kriteria evaluasinya klien dapat mengidentifikasi koping dan perilaku yang berkaitan dengan kejadian yang dihadapi.
Intervensi:
a. Tanyakan kepada klien apakah pernah mengalami hal yang sama.
b. Tanyakan cara-cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi perasaan dan masalah.
c. Identifikasi koping yang pernah dipakai.
d. Diskusikan dengan klien alternatif koping yang tepat bagi klien.
2.3. Klien dapat memodifikasi pola kognitif yang negatif.
Kriteria evaluasi: klien memodifikasi pola kognitif yang negatif.
Intervensi:
a. Diskusikan tentang masalah yang dihadapi klien.
b. Identifikasi pemikiran negatif dan bantu untuk menurunkan melalui interupsi atau substitusi.
c. Bantu klien untuk meningkatkan pemikiran yang positif.
d. Identifikasi ketetapan persepsi klien yang tepat tentang penyimpangan dan pendapatnya yang tidak rasional.
e. Kurangi penilaian klien yang negatif terhadap dirinya.
f. Evaluasi ketepatan persepsi, logika, dan kesimpulan yang dibuat klien.
g. Bantu klien untuk menyadari nilai yang dimilikinya dan perubahan yang terjadi.
2.4. Klien dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan perawatan dirinya.
Kriteria evaluasi: klien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan perawatan dirinya.
Intervensi:
a. Libatkan klien dalam menetapkan tujuan perawatan yang ingin dicapai.
b. Motivasi klien untuk membuat jadwal aktivitas perawatan diri.
c. Berikan klien privasi sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan.
d. Berikan reinforcement positif untuk keputusan yang dibuat.
e. Berikan pujian jika klien berhasil melakukan kegiatan atau penampilannya bagus.
f. Motivasi klien untuk mempertahankan kegiatan tersebut.
2.5. Klien dapat memotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistik.
Kriteria evaluasi: klien termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistik.
Intervensi:
a. Bantu klien untuk menetapkan tujuan yang realistik. Fokuskan kegiatan pada saat sekarang bukan pada masa lalu.
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi area situasi kehidupan yang dapat dikontrolnya.
c. Identifikasi cita-cita yang ingin dicapai oleh klien.
d. Dorong untuk berpartisipasi dalam aktivitas tersebut dan berikan penguatan positif untuk berpartisipasi dan pencapaiannya.
e. Motivasi keluarga untuk berperan aktif dalam membantu klien menurunkan perasaan tidak bersalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar