Kamis, 22 Desember 2011

Asuhan Keperawatan Osteomielitis

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN OSTEOMIELITIS


A. LATAR BELAKANG
Osteomielitis atau infeksi tulang merupakan masalah khusus dalam diagnosa dan terapi infeksi. Dalam 10 tahun ini minat untuk menyelidiki osteomielitis berhasil membuka pandangan baru dalam patogenesis, diagnosis dan terapinya. Beberapa faktor telah membantu menambah pengertian kita akan osteomielitis. Pengembangan model binatang yang memadai telah mengurangi banyak variabel tak terkontrol pada penyakit pada manusia. Teknik yang lebih seperti radionuclide imaging telah memperbaiki kecermatan diagnosis kita dan teknik ortopedi yang lebih baru serta penggunaan regimen antibiotika profilaksis telah mengecilkan resiko infeksi dan menambah kemungkinan penyembuhan tulang pada daerah yang terinfeksi.(http:/www.kalbe.co.id/files/cdk/files/og osteomielitis 023.pdf/09 osteomielitis 023.html)
Diagnosis dini osteomielitis sangat sulit pada pasien dengan nyeri ekstremitas dan riwayat cidera, yang nyerinya cenderung dikaitkan dengan trauma tersebut. Riwayat cedera umumnya terdapat pada pasien osteomielitis. Pada salah satu penelitian 35% pasien pernah mengalami trauma pada tulang yang terkena osteomielitis. Riwayat trauma sebelumnya dapat terjadi kebetulan dan tidak berhubungan. Tetapi sekarang sudah diketahui bahwa trauma dapat menjadi faktor penyebab terjadinya osteomielitis.(http://www.tempo.co.id/medika/arsip/112002/sar-1.htm)
Beberapa tahun belakangan ini, insiden osteomielitis telah menurun, mungkin disebabkan oleh perbaikan kesehatan umum dan perbaikan fasilitas medik. Sekali menderita penyakit ini, sulit untuk memberantasnya. Penyakit ini sulit diobati karena dapat terbentuk abses lokal. Abses tulang biasanya memiliki pendarahan yang sangat kurang, dengan demikian penyampaian sel – sel imun dan antibiotik terbatas.(Elizabeth J. Corwin, 2001, hal. 301)
Berdasarkan data dari rekam medik BPRSUD Kraton Kabupaten Pekalongan selama tahun 2005 di bulan Januari-Desember kasus Osteomielitis sebanyak tiga pasien dan pada tahun 2006 dari bulan Januari-Desember kasus Osteomielitis sebanyak empat pasien. Jadi, selama kurun waktu dua tahun jumlah penderita osteomilitis sebanyak tujuh pasien.
Melihat fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus asuhan keperawatan osteomielitis.

B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup
Dalam menyusun karya tulis ilmiah , penulis merumuskan masalah tentang : Bagaimanakah asuhan keperawatan osteomielitis pada Sdr. M di ruang Wijaya Kusuma BPRSUD Kraton Kabupaten Pekalongan ?
Dengan ruang lingkup asuhan keperawatan osteomielitis pada Sdr. M di ruang Wijaya Kusuma BPRSUD Kraton Kabupaten Pekalongan dari tanggal 2-3 Juli 2007.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penerapan asuhan keperawatan pada pasien osteomielitis secara komprehensif.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan osteomielitis.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan kasus osteomielitis.
c. Dapat membuat perencanaan yang meliputi rencana tujuan dan rencana tindakan pada pasien dengan kasus osteomielitis.
d. Melakukan implementasi sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
e. Melakukan evaluasi dan melihat respon pasien dengan kasus osteomielitis.

f. Sistematika Penulisan karya tulis ilmiah
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah, penulis membuat sistematika sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan, yang terdiri dari : latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : Konsep dasar, yang terdiri dari : pengertian, klasifikasi, etiologi, faktor predisposisi, manifestasi klinik, patofisiologi, pathway keperawatan, pemeriksaan penunjang dan fokus keperawatan.
Bab III  : Resume keperawatan, yang terdiri dari : pengkajian, analisa data, prioritas diagnosa keperawatan yang muncul, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.
Bab IV : Pembahasan, berisi pembahasan yang muncul dalam proses keperawatan serta kesenjangan antara tinjauan kasus dan konsep dasar serta mencari alternatif pemecahan masalah.
Bab V  Implikasi keperawatan, berisi kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN














BAB II
KONSEP DASAR


A. PENGERTIAN
Osteomielitis adalah infeksi pada sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik (M. Tuberculosa, jamur) (Mansjoer, 2000, hal 358).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen) (Elizabet J. Coroin, 2001, hal 301).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang yang biasanya menyerang metafisis tulang panjang (FKUI Jakarta, 1996, hal 131).
Osteomielitis adalah radang sumsum tulang (Ramali, 2002, hal 244).

B. KLASIFIKASI
Pembagian osteomielitis yang lazim menurut Arif Mansjoer (2000, hal 358) :
1. Osteomielitis primer, yang disebabkan penyebaran secara hematogen dari fokus lain, osteomielitis primer dapat dibagi menjadi osteomielitis akut dan kronik.
2. Osteomielitis sekunder atau osteomielitis perkontinuitanum yang disebabkan penyebaran kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.
Menurut Sjamsuhidajat (1997, hal 1.221-1.222) osteomilitis dibagi menjadi dua, antara lain:
1. Osteomielitis akut
Infeksi tulang panjang yang disebabkan oleh infeksi lokal atau trauma tulang.
2. Osteomielitis kronis
Osteomilitis akut yang tidak diterapi secara adekuat.
C. ETIOLOGI
Organisme penyebab umum menurut Sachdeva (1996, hal 92) :
1. Staphylococcus aureus
2. Streptococcus pyogenes
3. Pneumococcus
4. Escherichia coli

D. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi menurut Sachdeva (1996, hal 92) :
1. Umur
Umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak.
2. Jenis kelamin
Lebih sering pada laki-laki daripada wanita.
3. Lokasi
Cenderung mengenai metafisis tulang panjang.
4. Fokus septik yang ada di dalam tubuh
Bisul, furunkel, infeksi telinga, tonsilitis, dan lain-lain.
5. Higiene yang buruk.
6. Penyakit yang melemahkan.
7. Fraktur terbuka.

E. Manifestasi Klinik
menurut Sachdeva (1996, hal 93) gejala penyakit yang paling umum ialah rasa nyeri yang perlahan-lahan meningkat, keparahannya sehingga menderita demam dan toksik dalam waktu 48 jam. Tanda fisik yang penting ialah nyeri tekan lokal dekat metafisis.
Menurut Elizabet J Corwin (2001, hal 301) : gejala – gejala osteomielitis hematogen antara lain adalah demam, menggigil dan keengganan menggerakkan anggota badan yang sakit. Pada orang dewasa, gejala mungkin samar dan berupa demam, lemah dan malaise. Infeksi saluran nafas, saluran kemih, telinga atau kulit sering mendahului osteomielitis hematogen.
Osteomielitis eksogen biasanya disertai tanda-tanda cedera dan peradangan ditempat nyeri. Terjadi demam dan pembesaran kelenjar getah bening regional.
Menurut M.A. Handerson (1997 : 213/215) gejala pada osteomilitis akut yaitu nyeri tekan akut pada daerah tulang yang sakit, nyeri bila bagian yang sakit digerakkan. Tanda fisiknya yaitu pembengkakan dan kemerahan, pyrexia, panas tinggi. Sedangkan pada osteomilitis kronik gejalanya yaitu nyeri pada tulang yang kumat-kumatan selama suatu jangka waktu yang panjang. Tanda fisiknya pada pemeriksaan sinar memperlihatkan adanya kavitasi.

F. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang berperan dalam menimbulkan penyakit yaitu virulensi organisme dan kerentanan hospes dengan status imun yang rendah. Penyakit ini lebih terbatas pada metafisis tulang karena pembuluh darah cenderung melingkari metafisis sehingga memungkinkan emboli terinfeksi menyangkut di daerah itu dan lapisan epifisis dapat mencegah penyebaran infeksi ke sendi sehingga infeksi terkoalisir di metafisis. Itulah sebabnya mengapa infeksi terjadi pada lapisan metafisis tulang yang mengalami pertumbuhan pada anak-anak. Tetapi pada orang dewasa terjadi di diafisis.. Emboli yang terinfeksi menyangkut di dalam pembuluh darah, menyebabkan trombosis sehingga mengakibatkan nekrosis avaskuler pada bagian korteks tulang. Respons peradangan terhadap infeksi mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan terjadi oedem dan mengakibatkan terangkatnya periosteum dari tulang sehingga memutuskan lebih banyak suplai darah. Pengangkatan periosteum ini menimbulkan nyeri hebat, apalagi dengan adanya tegangan eksudat dibawahnya, infeksi dapat pecah ke subperiosteal kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiosteal ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis, penjalaran subperiosteal ke arah diafisis akan memasuki pembuluh darah yang ke diafisis sehingga menyebabkan nekrosis tulang. Tulang yang mengalami nekrosis dikenal sebagai sekuestrum. Tulang dimana periosteum terangkat melapisi tulang yang mati dikenal dengan involukrum. Pus mencari jalan keluar dari lapisan tulang baru melalui serangkaian lubang yang dikenal dengan kloaka (Sachdeva, 1996, hal 92 dan Sjamsuhidayat, 1997,1221)..
























G. PATHWAY KEPERAWATAN
 Fr. Terbuka Fokus Septik  Hygiene yg buruk

Organisme
Metafisis/Diafisis

Proses Infeksi  Suhu tubuh meningkat

Penyebaran

Korteks   Periosteum  Persendian

Abses  Abses jar. Lunak Pengangkatan  Aliran darah
subperiosteal  periosteum  meningkat

Menembus kulit Menekan pembuluh darah Bengkak
Fistula suplai darah terputus
   Intoleransi akt.
Sekuester  
Kurang informasi
 
potensial
terhadap
infeksi

Ketidaktahuan ttg kebutuhan
Pengobatan



Sumber  Sachdeva, 1996 hal 93
Sjamsuhidayat W. De Jong, hal 1221
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada fase akut ditemukan CRP (protein C-Reaktif) yang meninggi, Laju Endap Darah (LED) meninggi dan leukositosis.
2. Pemeriksaan Radiologik
Pada fase akut gambaran radiologik tidak menunjukkan kelainan pada fase kronik ditemukan suatu involukrum dan sekuester.

I. FOKUS KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian menurut Susan Martin Tucker (1998, hal 429)
Observasi/temuan :
Data subyektif :
Nyeri meningkat dengan adanya gerakan.
Kelemahan.
Sakit kepala.
Data obyektif :
Kemerahan dan pembengkakan pada sendi yang terkena,
Menggigil.
Peningkatan suhu tubuh yang cepat.
Spasme otot di sekitar sendi sakit.
Takikardia.
Gelisah.
Mudah tersinggung.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan bengkak sendi (Tucker, S.M., 1998, hal 430).
Kriteria hasil :
1) Penggunaan mobilitas dan persendian meningkat.
2) Keikutsertaan dalam perawatan diri sendiri meningkat.
3) Edema berkurang.
Intervensi :
1) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik atau rekreasi.
Rasional  : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri atau harga diri dan membantu menurunkan isolasi sosial.
2) Instruksikan pasien untuk bantu dalam rentang gerak pasif atau aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional  : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
3) Berikan atau bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat, sesegera mungkin.
Rasional  Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh Flebitis) dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
4) Awasi TD dengan melakukan aktivitas.
Rasional  : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus (contoh kemiringan meja dengan peninggian secara bertahap sampai posisi tegak).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Photobucket